Wednesday 26 November 2014

Contoh Prota (Program Tahunan) Fisika Kelas x, Kurikulum 2013



PROGRAM TAHUNAN

Satuan Pendidikan      : MA Negeri Kutowinangun
Mata Pelajaran            : FISIKA
Kelas /Program           : X / MIA dan Lintas Minat
Tahun Pelajaran          : 2014 / 2015
Kompetensi Inti:
 KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
 KI 2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
 KI 3: Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
 KI 4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak  terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

Semester
Kompetensi Dasar
Alokasi Waktu (JP)
Ket
1
3.1 Memahami hakikat fisika dan prinsip-prinsip pengukuran (ketepatan, ketelitian, dan aturan angka penting)
4.1  Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah
12 JP

Per minggu
3 Jam Pelajaran

3.2 Menerapkan prinsip penjumlahan vektor (dengan pendekatan geometri).
4.1  Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah
4.2  Merencanakan dan melaksanakan percobaan untuk menentukan resultan vektor
6 JP



3.3 Menganalisis besaran-besaran fisis pada gerak lurus dengan kecepatan konstan dan gerak lurus dengan percepatan konstan.
4.1  Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah
2.1  Menyajikan data dan grafik hasil percobaan untuk menyelidiki sifat gerak benda yang bergerak lurus dengan kecepatan konstan dan gerak lurus dengan percepatan konstan
12 JP



3.4  Menganalisis hubungan antara gaya, massa, dan gerakan benda pada gerak lurus.
4.1  Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah
4.2 Merencanakan dan melaksanakan percobaan untuk menyelidiki hubungan gaya, massa, dan percepatan dalam gerak lurus.
9 JP



3.5 Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju konstan dan penerapannya dalam teknologi
4.5 Menyajikan ide/gagasan terkait gerak melingkar (misalnya pada hubungan roda-roda).
9  JP


JUMLAH
48 JP

2
3.6 Menganalisis sifat elastisitas bahan dalam kehidupan sehari hari.
4.1  Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah.
4.6 Mengolah dan menganalisis hasil percobaan  tentang sifat elastisitas suatu bahan.
12 JP



3.7 Menerapkan hukum-hukum pada fluida statik dalam kehidupan sehari-hari.
4.1  Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah
4.7 Merencanakan dan melaksanakan percobaan yang memanfaatkan sifat-sifat fluida untuk mempermudah suatu pekerjaan
12 JP



3.8 Menganalisis pengaruh kalor dan perpindahan kalor pada kehidupan sehari-hari.
4.1  Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah
4.8 Merencanakan dan melaksanakan percobaan untuk menyelidiki karakteristik termal suatu bahan, terutama kapasitas  dan konduktivitas kalor
12 JP



3.9 Menganalisis cara kerja alat optik menggunakan sifat pencerminan dan pembiasan cahaya oleh cermin dan lensa.
4.9 Menyajikan ide/rancangan sebuah alat optik dengan menerapkan prinsip pemantulan dan pembiasan pada cermin dan lensa
12 JP


JUMLAH
48 JP



Kutowinangun,  Agustus 2014
Praktikan



Feri Indriastuti
NIM. 112150013


Disleksia

Dyslexia atau Disleksia : Kesulitan Mengeja, Membaca dan Menulis


Kesulitan Belajar umum pada anak-anak

Tahukah Anda bahwa dyslexia (disleksia dalam bahasa Indonesia) adalah penyebab yang paling umum dari masalah kesulitan mengeja, membaca dan menulis? Bagaimana kita membantu anak-anak mengatasi kesulitan-kesulitan ini agar berhasil di sekolah? Informasi-informasi berikut ini bertujuan membantu orang tua, guru, dan terapis mengerti dyslexia dan membantu anak/murid mengembangkan kecintaan membaca dan menulis.

Apa itu dyslexia dan penyebabnya?

Dyslexia adalah suatu masalah kesulitan belajar khusus. Dyslexia mempengaruhi kemampuan seseorang untuk belajar, mengolah, dan mengerti suatu informasi dengan baik. Secara khusus, hal ini menyebabkan masalah dalam membaca dan menulis karena seseorang dengan problem dyslexia mempunyai kesulitan mengenali dan mengartikan suatu kata, mengerti isi suatu bacaan, dan mengenali bunyi. Tentunya ini menghambat kemampuan seorang anak untuk belajar membaca, bahkan jika anak mempunyai intelegensia normal dan instruksi yang jelas. Dyslexia mempengaruhi 15-20% dari populasi, dan terjadi pada laki-laki dua kali lebih banyak dari pada perempuan.

Penyebab dari dyslexia secara umum bisa jadi dari genetika, namun penyebab lain yang tidak umum adalah cedera pada kepala atau trauma. Beberapa anak dyslexia ternyata memproses informasi menggunakan area yang berbeda pada otak dibanding anak-anak tanpa kesulitan belajar. Walaupun begitu, ini bukan merupakan karakteristik pada semua anak dyslexia. Beberapa type dyslexia bisa menunjukkan perbaikan sejalan bertambahnya usia anak.

Bagaimana mengidentifikasi dyslexia?

Identifikasi dyslexia mungkin sangat sulit dilakukan sebagai orang tua atau guru di kelas. Namun orang tua dan guru bisa melihat beberapa tanda dan gejala dyslexia, dan bisa mencari pendapat dan evaluasi dari ahli profesional/terapis yang tepat.

Perhatikan beberapa tanda berikut :

  • Kesulitan mengasosiasikan (menghubungkan arti) suatu huruf dengan bunyinya
  • Terbalik dengan huruf (dia jadi bia) atau kata (tik jadi kit)
  • Kesulitan membaca kata tunggal
  • Kesulitan mengeja kata tunggal
  • Kesulitan mencatat huruf/kata dari papan tulis atau buku
  • Kesulitan mengerti apa yang mereka dengar (auditory)
  • Kesulitan mengatur tugas, material, dan waktu
  • Kesulitan mengingat isi materi baru dan materi sejenisnya
  • Kesulitan dengan tugas menulis
  • Kesulitan pada kemampuan motorik halus (misalnya memegang alat tulis, mengancing baju)
  • Tidak terkoordinasi
  • Masalah perilaku dan/atau tidak suka membaca

Jika seorang anak menunjukkan sejumlah tanda-tanda dyslexia, rujuklah anak kepada lembaga pendidikan khusus atau ahli profesional yang terlatih dalam masalah dyslexia, untuk melakukan evaluasi menyeluruh. (Catatan : daftar tanda-tanda di atas tidak merupakan daftar mutlak tanda dan gejala dyslexia. Gunakanlah hanya sebagai panduan umum, bukan sebagai dasar diagnosis. Tanyakanlah dulu kepada ahli untuk rujukan selanjutnya)

Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu anak dyslexia?
Setelah anak dievaluasi, hasilnya akan menunjukkan dengan cara bagaimana anak bisa belajar paling baik. Ada anak yang belajar lebih baik dengan cara visual (melihat), auditori (mendengarkan), dan taktil (menyentuh/meraba). Menggunakan gaya belajar yang sesuai untuk tiap anak sangat penting supaya mereka bisa belajar lebih baik. Berikut adalah contoh cara belajar untuk masing-masing type anak (saran-saran ini bersifat umum dan tidak harus digunakan secara mutlak pada tiap anak)

Visual (penglihatan)

Anak belajar paling baik dengan cara melihat informasi. Karena itu, cara mulai yang baik adalah dengan menggunakan kartu bergambar dengan kata-kata tertulis di bawahnya (flash card). Pilihlah kata-kata yang sesuai dengan level belajar anak. Selain itu, jika anak kesulitan dengan bunyi, tunjukkan di mana bunyi itu dibuat di dalam mulut secara umum.

Contoh : tunjukkan huruf /t/ pada kartu, lalu arahkan ke dalam mulut Anda. Buatlah bunyi /t/ dengan gerakan yang berlebihan. Biarkan anak meniru tindakan Anda sambil melihat ke dalam cermin. Tingkatkan dengan kombinasi suku kata 2 huruf (ta, ti) dan 3 huruf (tas, top), dengan cara menyuarakan dan menulis. Bantulah juga dalam hal kemampuan mengelompokkan dengan menggunakan gambar-gambar dan kata pada kalender harian. Ulanglah kalender ini setiap hari, lalu tandai tugas-tugas yang sudah selesai.

Auditori (pendengaran)

Anak-anak auditori belajar paling baik dengan cara mendengarkan apa yang diajarkan. Untuk anak yang kesulitan pada masalah bunyi, ajarkan sepasang kata singkat dan mintalah anak untuk mengatakan kata mana yang betul (tas/das). Juga, mintalah mereka menulis huruf, kata, atau kalimat sementara Anda mengucapkannya, untuk melatih kemampuan menulis. Bantulah juga dalam hal kemampuan mengelompokkan dengan memasang kalender “verbal” (diucapkan). Baca dengan keras kepada anak jadwal hariannya dan bantulah dia mengatur tugas, jadwal, dll.

Taktil (perabaan)

Anak-anak ini belajar paling baik dengan proses ‘menyentuh’. Ini adalah anak-anak yang biasa terlihat memisahkan bagian suatu benda dan kemudian menyatukannya kembali. Mereka belajar paling baik dengan melalui sentuhan, sehingga sangatlah penting untuk memasukkan gaya belajar ini ke dalam perintah-perintah Anda.

Contoh : Biarkan anak membuat bentuk huruf dari tanah liat, untuk membentuk kata singkat. Ulanglah bunyi dari tiap huruf sementara anak membuatnya. Selain itu, alat pengeja taktil juga penting untuk pembelajar type ini. Alat ini meliputi huruf-huruf bertekstur/guratan sehingga anak mendapat rabaan taktil sementara mengeja. Bantulah mengelompokkan dengan mengkombinasikan proses belajar visual dan taktil. Buat kalender dan tandai tiap tanggal penting dengan sticker timbul/bertekstur. Setiap hari, ulanglah kalender ini bersama anak dan buatlah ia menyentuh dan merasakan stiker tersebut. Kombinasi pembelajaran visual dan taktil akan membantu daya ingat.

Contoh-contoh di atas adalah saran untuk mengajar anak dyslexia dengan memfokus pada gaya belajar individual mereka. Ingatlah bahwa banyaknya waktu mengajar mereka secara individu dan identifikasi dini terhadap kesulitan belajar ini, akan membuat proses belajar lebih berhasil.

Monday 17 November 2014

Makalah



PELAKSANAAN PANCASILA DALAM BEBERAPA ASPEK KEHIDUPAN
 DALAM ERA REFORMASI

Bab I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan.
Sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan berbangsa dan bernegara yang implementasinya mewajibkan semua manusia Indonesia harus ber-ketuhanan. Karena keberadaan Tuhan melingkupi semua wujud dan sifat dari alam semesta ini, diharapkan manusia Indonesia dapat menyelaraskan diri dengan dirinya sendiri, dirinya dengan manusia-manusia lain di sekitarnya, dirinya dengan alam, dan dirinya dengan Tuhan. Keselarasan ini menjadi tanda dari mausia yang telah meningkat kesadarannya dari kesadaran rendah menjadi kesadaran manusia yang manusiawi.
Pancasila, dalam konteks masyarakat bangsa yang plural dan dengan wilayah yang luas, harus dijabarkan untuk menjadi ideologi kebangsaan yang menjadi kerangka berpikir (the main of idea), kerangka bertindak (the main of action), dan dasar hukum (basic law) bagi segenap elemen bangsa. Namun, dalam kerangka pluralitas dan multikulturalisme tidak dinafikan dan dihalangi hidupnya ideologi kelompok yang sifatnya lebih terbatas selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh, ideologi kelompok keagamaan (ormas), partai politik, dan etnonasionalisme kesukuan tetap dibiarkan hidup sebagai khasanah kekayaan bangsa dalam payung ideologi besar Pancasila. Hal ini, dimaksudkan untuk menghindari pemaksaan dan monopoli ideologi serta penafsiran tunggal. Pada hakikatnya, Pancasila juga terbuka pada pemikiran ideologi lainnya. Kecuali terhadap ideologi Komunisme yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila harus tetap dilarang dan tidak boleh hidup di bumi Indonesia.
Artinya Pancasila menjadi ajimat yang ampuh bagi rejim dalam mengambil segala bentuk keputusan, rakyat diharuskan tunduk pada legitimasi yang digunakan dengan melalui pengatasnamaan Pancasila, inilah di kemudian waktu menjadi permasalahan yang rumit.

B. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana pelaksanaan Pancasila pada masa era reformasi?
  2. Bagaimana pelaksanaan Pancasila dalam bidang ekonomi?
  3. Bagaimana pelaksanaan Pancasila dalam bidang politik dan hukum?

C. Tujuan
Makalah ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana nilai-nilai Pancasila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bidang ekonomi, politik, dan hukum pada masa era reformasi saat ini.

Bab II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pancasila Pada Masa Reformasi
Terlepas dari kenyataan yang ada, gerakan reformasi sebagai upaya memperbaiki kehidupan bangsa Indonesia ini harus dibayar mahal, terutama yang berkaitan dengan dampak politik, ekonomi, sosial, dan terutama kemanusiaan. Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini guna meraih kekuasaan sehingga tidak mengherankan apabila banyak terjadi perbenturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan. Banyaknya korban jiwa dari anak-anak bangsa dan rakyat kecil yang tidak berdosa merupakan dampak dari benturan kepentingan politik. Tragedi “amuk masa” di Jakarta, Tangerang, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, serta daerah-daerah lainnya merupakan bukti mahalnya sebuah perubahan. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, nampak sekali bahwa bangsa Indonesia sudah berada di ambang krisis degradasi moral dan ancaman disintegrasi.
Kondisi sosial politik ini diperburuk oleh kondisi ekonomi yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Sektor riil sudah tidak berdaya sebagaimana dapat dilihat dari banyaknya perusahaan maupun perbankan yang gulung tikar dan dengan sendirinya akan diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah pengangguran yang tinggi terus bertambah seiring dengan PHK sejumlah tenaga kerja potensial. Masyarakat kecil benar-benar menjerit karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, serta harga bahan kebutuhan pokok lainnya. Upaya pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat dengan menyediakan dana sosial belum dapat dikatakan efektif karena masih banyak terjadi penyimpangan dalam proses penyalurannya. Ironisnya kalangan elite politik dan pelaku politik seakan tidak peduli den bergaming akan jeritan kemanusiaan tersebut.
Di balik keterpurukan tersebut, bangsa Indonesia masih memiliki suatu keyakinan bahwa krisis multidimensional itu dapat ditangani sehingga kehidupan masyarakat akan menjadi lebih baik. Apakah yang dasar keyakinan tersebut? Ada beberapa kenyataan yang dapat menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dalam memperbaiki kehidupannya, seperti: (1) adanya nilai-nilai luhur yang berakar pada pandangan hidup bangsa Indonesia; (2) adanya kekayaan yang belum dikelola secara optimal; (3) adanya kemauan politik untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

B. Pelaksanaan Pancasila dalam Bidang Ekonomi
Hampir semua pakar ekonomi Indonesia memiliki kesadaran akan pentingnya moralitas kemanusiaan dan ketuhanan sebagai landasan pembangunan ekonomi. Namun dalam praktiknya, mereka tidak mampu meyakinkan pemerintah akan konsep-konsep dan teori-teori yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Bahkan tidak sedikit pakar ekonomi Indonesia yang mengikuti pendapat atau pandangan pakar Barat (pakar IMF) tentang pembangunan ekonomi Indonesia.
Pilar Sistem Ekonomi Pancasila meliputi: (1) ekonomika etik dan ekonomika humanistik (dasar), (2) nasional ekonomi dan demokrasi (cara/metode operasionalisasi), dan (3) ekonomi berkeadilan sosial (tujuan). Kontekstualisasi dan implementasi Pancasila dalam bidang ekonomi cukup dikaitkan dengan pilar-pilar di atas dan juga dikaitkan dengan pertanyaan-pertanyaan dasar yang harus dipecahkan oleh sistem ekonomi apapun. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah: (a) Barang dan jasa apa yang akan dihasilkan dan berapa jumlahnya; (b) Bagaimana pola atau cara memproduksi barang dan jasa itu, dan (c) Untuk siapa barang tersebut dihasilkan, dan bagaimana mendistribusikan barang tersebut ke masyarakat.
Langkah yang perlu dilakukan adalah perlu digalakkan kembali penanaman nilai-nilai Pancasila melalui proses pendidikan dan keteladanan. Perlu dimunculkan gerakan penyadaran agar ilmu ekonomi ini dikembangkan ke arah ekonomi yang humanistik, bukan sebaliknya mengajarkan keserakahan dan mendorong persaingan yang saling mematikan untuk memuaskan kepentingan sendiri. Ini dilakukan guna mengimbangi ajaran yang mengedepankan kepentingan pribadi, yang melahirkan manusia sebagai manusia ekonomi (homo ekonomikus), telah melepaskan manusia dari fitrahnya sebagai makhluk sosial (homo socius), dan makhluk beretika (homo ethicus).
Relevankah Ekonomi Pancasila dalam memperkuat peranan ekonomi rakyat dan ekonomi negara di era global (isme) kontemporer? Mereka skeptis, bukankah sistem ekonomi kita sudah mapan, makro-ekonomi sudah stabil dengan indikator rendahnya inflasi (di bawah 5%), stabilnya rupiah (Rp 8.500,-), menurunnya suku bunga (di bawah 10%). Lalu, apakah tidak mengada-ada bicara sistem ekonomi dari ideologi yang pernah “tercoreng”, dan tidak nampak wujudnya, tidak realistis, dan utopis? Mereka ini begitu yakin bahwa masalah ekonomi (krisis 97) adalah karena “salah urus” dan bukannya “salah sistem”, apalagi dikait-kaitkan dengan “salah ideologi” atau “salah teori” ekonomi. Tidak dapat disangkal, KKN yang ikut memberi sumbangan besar bagi keterpurukan ekonomi bangsa ini. Namun, krisis di Indonesia juga tidak terlepas dari berkembangnya paham kapitalisme disertai penerapan liberalisme ekonomi yang “kebablasan”. Akibatnya, kebijakan, program, dan kegiatan ekonomi banyak dipengaruhi paham (ideologi), moral, dan teori-teori kapitalisme-liberal.
Di sinilah relevansi Ekonomi Pancasila, sebagai “media” untuk mengenali (detector) bekerjanya paham dan moral ekonomi yang berciri neo-liberal Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Pembangunan politik memiliki dimensi yang strategis karena hampir semua kebijakan publik tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya. Tidak jarang kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah mengecewakan sebagian besar masyarakat. Beberapa penyebab kekecewaan masyarakat, antara lain: (1) kebijakan hanya dibangun atas dasar kepentingan politik tertentu, (2) kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian, (3) pemerintah dan elite politik kurang berpihak kepada masyarakat, (4) adanya tujuan tertentu untuk melanggengkan kekuasaan elite politik.
Keberhasilan pembangunan politik bukan hanya dilihat atau diukur dar terlaksananya pemilihan umum (pemilu) dan terbentuknya lembaga-lembaga demokratis seperti MPR, Presiden, DPR, dan DPRD, melainkan harus diukur dari kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik. Persoalan terakhirlah yang harus menjadi prioritas pembangunan bidang politik. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa manusia adalah subjek negara dan karena itu pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Namun, cita-cita ini sulit diwujudkan karena tidak ada kemauan dari elite politik sebagai pemegang kebijakan publik dan kegagalan pembangunan bidang politik selama ini.
Pembangunan politik semakin tidak jelas arahnya, manakala pembangunan bidang hukum mengalami kegagalan. Penyelewengan-penyelewengan yang terjadi tidak dapat ditegakkan oleh hukum. Hukum yang berlaku hanya sebagai simbol tanpa memiliki makna yang berarti bagi kepentingan rakyat banyak. Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik juga belum dapat direalisasikan sebagaimana yang dicita-citakan. Oleh karena itu, perlu analisis ulang untuk menentukan paradigma yang benar-benar sesuai dan dapat dilaksanakan secara tegas dan konsekuen.
Pancasila sebagai paradigma pambangunan politik dan hukum kiranya tidak perlu dipertentangkan lagi. Bagaimanakah melaksanakan paradigma tersebut dalam praksisnya? Inilah persoalan yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan politik dan hukum di masa-masa mendatang.
Apabila dianalisis, kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa persoalan seperti:
  1. Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik dan hukum karena tidak adanya blue print.
  2. Penggunaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan masih bersifat parsial.
  3. Kurang berpihak pada hakikat pembangunan politik dan hukum.
Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa implikasi yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia. Pembangunan bidang ini boleh dikatakan telah gagal mendidik masyarakat agar mampu berpolitik secara cantik dan etis karena lebih menekankan pada upaya membangun dan mempertahankan kekuasaan. Implikasi yang paling nyata dapat dilihat dalam pembangunan bidang hukum serta pertahanan dan keamanan.
Pembangunan bidang hukum yang didasarkan pada nilai-nilai moral (kemanusiaan) baru sebatas pada tataran filosofis dan konseptual. Hukum nasional yang telah dikembangkan secra rasional dan realistis tidak pernah dapat direalisasikan karena setiap upaya penegakan hukum selalu dipengaruhi oleh keputusan politik. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila pembangunan bidang hukum dikatakan telah mengalami kegagalan. Sementara, pembangunan bidang pertahanan dan keamanan juga telah menyimpang dari hakikat sistem pertahanan yang ingin dikembangkan seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri republik tercinta ini. Pembangunan pertahanan dan keamanan lebih diarahkan untuk kepentingan politik, terutama guna mempertahankan kekuasaan.


Bab III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila sebagai warisan bangsa dapat digolongkan sebagai budaya sebab kompleksitas masyarakat Indonesia pada dasarnya dibangun selaras paham-paham dalam Pancasila. Dalam budaya Pancasila, dianut dan dikembangkan sikap kekeluargaan yang dilandasi oleh semangat kebersamaan, kesediaan untuk saling mengingatkan, saling mengerti dan mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Budaya ini sudah terbukti mampu membawa bangsa Indonesia meraih kemerdekaan, menggalang persatuan dan kesatuan, dan mendorong pembangunan. Keberhasilantersebut dapat terwujud sebab potensi konflik akibat perbedaan budaya tidak bisa hidup dalam Pancasila. Sebaliknya, budaya Pancasila itu terus menerus diperbaharui lewat pengalaman hidup bernegara dan bermasyarakat sehingga ia bisa mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai mosaik budaya etnis yang ada di bumi Nusantara. Sungguh suatu interaksi budaya yang dua arah dan dinamis.
Memahami peranan Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama, dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan, dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional selama lebih dari 55 tahun terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusifsehingga kredibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis. Hal ini diperparah oleh minimal dua hal, ialah: pertama, penerapan Pancasila yang dilepaskan dari prinsip-prinsip dasar filosofinya sebagai dasar negara; dan kedua, krisis multi dimensional yang melanda bangsa Indonesia sejak 1998 yang diikuti oleh fenomena disintegrasi bangsa.