MAKALAH
PENGARUH IBADAH DALAM PENGENDALIAN
KORUPSI
DISUSUN
OLEH :
3. Feri Indriastuti (112150013)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2012
KATA
PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr.
Wb.
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, atas ijin dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah “PENGARUH IBADAH DALAM
PENGENDALIAN KORUPSI” dengan baik guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al-Islam
dan Kemuhammadiyahan.
Mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis, dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari akan
kekurangan-kekurangan baik teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak, penulis terima untuk penyempurnaan makalah ini.
Penulis juga menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan
makalah ini, khususnya kepada :
- Iyus Herdiana, M.Ag, selaku dosen pembimbing mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan..
- Semua teman-teman yang membantu terselesainya makalah ini.
Penulis
berharap semoga Allah memberikan pahala dan imbalan yang setimpal kepada mereka
yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi semua pihak,
Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Purworejo,13Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar isi iii
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Masalah 1
b.
Rumusan
Masalah 2
c.
Tujuan 2
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Pengertian ibadah…………………………………………………...3
b.
Macam Penbagian ibadah…………………………………………...3
c.
Tujuan dari ibadah…………………………………………………..5
d.
Pengertian korupsi…………………………………………………..6
e.
Penyebab korupsi…………………………………………………...12
f. Bentuk – bentuk
korupsi……………………………………………19
g.
Pengaruh ibadah dalam pengendalian
korupsi……………………...20
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan 24
b.
Saran 24
Daftar pustaka 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesadaran
beragama
pada manusia membawa konsekuensi
manusia itu melakukan penghambaan kepada tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia
itu diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah
kepada Allah. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah dan apa yang
diwahyukan Allah itu tiada lain manusia yang berada pada shiraathal
mustaqiem atau jalan yang lurus.
Dengan
demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah kepada Allah itu ialah
manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu
Allah. Secara umum ibadah dapat berperan sebagai alat untuk menumbuhkan
kesadaran pada diri.
Kita menangani permasalahan kesadaran diri tersebut dilihat dari sudut
pandang Islam. Sekarang ini sering terjadi banyak kejahatan. Kejahatan yang sekarang ini “hampir”
menjadi budaya adalah korupsi, yang dalam bentuknya memiliki banyak macam dan
jenis. Ironis memang, di negeri yang “katanya” mayoritas beragama Islam dan
menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual ini pernah meraih peringkat pertama
sebagai Negara terkorup di Asia dan Negara paling lamban yang keluar dari
krisis dibandingkan ngara-negara tetangganya.
Perlu dikritisi bahwa orientasi
keberagamaan kita yang menekankan kesalehan ritual-formal dengan mengabaikan
kesalehan moral-individual dan sosial. Model beragama seperti ini memang sulit
untuk dapat mencegah pemeluknya dari perilaku-perilaku buruk, seperti korupsi.
Padahal dalam perspektif ajaran Islam, korupsi merupakan perbuatan terkutuk,
karena dampak buruk yang ditimbulkannya bagi suatu masyarakat dan bangsa
sangatlah serius.
Oleh karena itu, dengan latar belakang masalah di atas, makalah ini
akan membahas mengenai apa itu ibadah? Apa
pengertian, penyebab dan bentuk dari korupsi korupsi? Dan apa Pengaruh
ibadah dalam pengendalian korupsi?.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah
:
1.
Apakah pengertian ibadah itu ?
2. Apakah
pengertian korupsi?
3.
Apakah penyebab korupsi?
4.
Bagaimana pengaruh ibadah
dalam pengendalian korupsi?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah agar
kita dapat menjelaskan/mendeskripsikan :
1. Pengertian
ibadah.
2.
Pengertian korupsi.
3.
Penyebab korupsi.
4.
Pengaruh ibadah dalam pengendalian
korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengaruh Ibadah dalam Pengendalian Korupsi
A. IBADAH
1. Pengertian Ibadah
Menurut ulama tauhid, ibadah adalah
meng-Esakan Allah SWT dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta
menundukan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya. Sedangkan ulama fiqih
berpendapat, ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang bertujuan memperoleh
keridhaan Allah SWT dan mendambakan pahala dari-Nya di akhirat. Dari kedua
pandangan para ulama tersebut, ibadah dapat dipahami sebagai perwujudan segala
sikap dan amalan meng-Esakan Allah SWT guna mengharap keridhaan-Nya.
Dari segi bahasa, ibadah berarti
taat, tunduk, menurut, mengikuti, dan doa (Ahmad dan Musdah, 2003 : 137).
Sedangkan secara terminologi, ibadah berarti melaksanakan perintah-perintah
Allah secara baik (Mahdi, 2003 : 6). Dapat dimengerti bahwa ibadah merupakan
pengabdian dan ketundukan tertinggi kepada Allah swt. Selain Allah tidak ada
yang berhak disembah.
2. Pembagian
Ibadah
Dilihat dari segi pelaksanaannya
ibadah dibagi dalam tiga bentuk :
ü Ibadah jasmaniah-ruhiah (ruhaniah)
yaitu perpaduan ibadah jasmani dan ruhani, seperti shalat dan puasa.
ü Ibadah ruhiah dan maliah, yaitu
perpaduan antara ibadah ruhani dan harta, seperti zakat.
ü Ibadah jasmaniah, ruhiah, dan maliah
sekaligus, seperti melaksanakan haji.
Ditinjau
dari ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
ü Ibadah khashsah (ibadah kusus),
yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan ole nash, seperti thaharah,
shalat, zakat, puasa, haji, qurban, dll.
ü Ibadah ‘ammah (ibadah umum), yaitu
semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena Allah SWT semata dan
tidak ada ketentuan khusus, tetapi didasarkan pada asas manfaat dan asas
mudharatnya. Misalnya; berdakwah, melakukan amarma’ruf nahi munkar di berbagai
bidang, menuntut ilmu, bekerja, dll.
Dilihat dari segi bentuk dan
sifatnya, ibadah ada lima macam, yakni :
ü Ibadah dalam bentuk perkataan atau
lisan (ucapan lidah), seperti berzikir, berdoa, tahmid, dan membaca Al-Quran.
ü Ibadah dalam bentuk perbuatan yang
tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau menolong orang lain, jihad,
dan tajhiz al- janazah (mengurus jenazah).
ü Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang
telah ditentukan wujud perbuatannya, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
ü Ibadah yang tata cara dan
pelaksanaannya berbentuk menahan diri seperti puasa, iktikaf, dan ihram.
ü Ibadah yang berbentuk menggugurkan
hak, seperti memaafkan orang yang telah melakukan kesalahan terhadap dirinya
dan membebaskan seseorang yang berhutang kepadanya.
3. Tujuan
Ibadah
Allah memerintahkan ibadah
kepada manusia tentulaah ada tujuannya, tujuan tersebut bukanlah untuk
kepentingan Allah, melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri, ketenangan
dan kebahagiaan hidup di dunia maupun kelak di akherat kelak. Sebelum
melaksanakan ibadah hendaknya terlebih dahulu kita ketahui apa sebenarnya
tujuan ibadah itu.
Adapun tujuan ibadah adalah:
ü Supaya manusia menyembah hanya kepada Allah semata,
tunduk dan sujud kepada-Nya
Artinya: Sesungguhnya Aku ini
adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.( QS. At-Thaha 20;14)
ü Supaya
manusia ingat kepada Allah yang
memberikan hidup dan kehidupan. Mengingat Allah akan menghindarkan kita dari
segala bentuk kemalasan dan kelesuan, serta rasa tidak tenang dan ketakutan
saat melakukan kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan kewajiban.
ü Sebagai
wujud taatnya kepada Sang
Pencipta
Artinya: Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.(QS.Az-Zariyat
51:56)
ü Supaya
manusia dapat bertahan dalam
menghadapi kesulitan.
Dalam
ilmu tasawuf dikenal Tazkiyat al-Nafs (penyucian jiwa), artinya bahwa ibadah
merupakan suatu langkah atau cara seoang hamba untuk lebih dekat dengan
Tuhannya. Selain itu ibadah juga berfungsi sebagai penyucian jiwa atau
pembinaan mental manusia.
Seseorang
harus mampu melawan segala macam nafsu dirinya, karena itu akan menentukan
posisinya pada hari kiamat dan ditetapkannya cara ia dibangkitkan. Karena itu,
hendaklah kita semua menumpukan perhatian kita kepada hati dan batin kita.
Rasulullah saw. Bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kamu, tidak pula kepada
keturunan kamu, tidak pula harta kamu, tetapi Allah melihat kepada hati dan
amalan kamu., (HR. At-Thabrani)
Oleh
karena itu, kita hendaknya menyatukan ucapan dengan amalan kita, membenarkan
amalan dengan niat dan keikhlasan, dengan membersihkan batin dan meluruskan
hati, karena hal itu adalah asal dan sumber dari segala perkara. Selain itu
wajib memperhatikan hati secara serius, pusatkan segala perhatian untuk
memperbaiki dan meluruskannya. Karena hati itu mudah sekali berubah dan
senantiasa goncang.
B.
KORUPSI
1.
Pengertian
Korupsi
Kata korupsi sebagaimana yang diketahui berasal dari bahasa
Inggris corruption. Sebenarnyanya kata corruption tersebut berasal dari kata
dalam bahasa Latin “corruptus” yang berarti “merusak habis-habisan”.
Kata ‘corruptus’ itu sendiri berasal dari kata dasar corrumpere, yang
tersusun dari kata com (yang berarti ‘menyeluruh’) dan rumpere
yang berarti merusak secara total kepercayaan khalayak kepada si pelaku yang
tak jujur.
Dalam kode etik internasional, korupsi
sebagai kejahatan terdiri dari perbuatan yang disengaja, baik sebagai pribadi
maupun berjamaah dalam institusi negara, atau sejenisnya, atau organisasi
bisnis atau perusahaan, secara melawan hukum untuk mengambil, menyogok,
menyuap, menggelembungkan harga (mark
up), menggunakan barang, benda milik negara atau
organisasi secara tidak hak, menyalahgunakan kekuasaan atau kewenangan untuk
memperoleh sesuatu demi kepentingan pribadi sehingga menimbulkan kerugian
negara baik secara langsung maupun tidak, dan atau menimbulkan terkurangnya
hak-hak masyarakat secara sosial dan ekonomi.
Korupsi sebagaimana disebutkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Korupsi
sebagai kejahatan terhadap harta kekayaan negara, pemerintah atau masyarakat
tersebut, memiliki
sifat sebagai kejahatan luar kebiasaan (extra ordinary cirme). Sifat korupsi
sebagai kejahatan luar biasa antara lain, pertama, karena pelakunya, aktornya
umumnya pemegang kekuasaan dalam berbagai lapisan, baik legislator, eksekutor,
maupun aktor penegak hukum. Korupsi selalu dilakukan secara sistematik, artinya
dalam melakukan korupsi melibatkan banyak orang secara sembunyi-sembunyi, juga
dipraktikan secara teroganisir. Cenderung beroperasi dalam era kekuasaan yang
turun temurun, sehingga praktik penanggulangannya tidak mudah dicari jalan
keluarnya, jika tidak dikarenakan secara terpadu dan komprehensif.
a. Korupsi Menurut Islam
Istilah korupsi sebagaimana disebutkan di atas adalah merupakan sebuah
istilah yang telah akrab dengan kehidupan kita sehari-hari, namun sebagaimana
juga disebutkan pada pembahasan terdahulu bahwa istilah korupsi bukanlah
merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab yang adalah merupakan bahasa
al-Quran dan Al-Hadis yang adalah merupakan sumber utama hukum Islam. Namun
demikian di dalam al-Quran terdapat istilah-istilah yang pengertian dan
unsurnya terkandung di dalam pengertian korupsi.
Dilihat dari artinya
korupsi dianggap sebagai tindakan
mencuri atau mengambil harta pihak lain secara tidak sah, korupsi semakna
dengan konsep sariqah (mencuri). Sedangkan bila ditengok dari
sisi pendekatan kekuasaan, korupsi dapat digolongkan sebagai risywah
(suap). Akan tetapi risywah lebih mencakup daripada hanya sekedar suap.
Sebab risywah terjadi tidak cuma di kalangan pejabat, tetapi juga di
tingkat rakyat.
Sementara itu, ditilik dari sisi penggelapan
harta publik atau harta negara, korupsi termasuk dalam pengertian ghulul (penggelapan harta). Inilah
konsep yang paling dekat dengan definisi korupsi. Karena baik korupsi dan ghulul
sama-sama terjadi dalam urusan
harta publik di kalangan lingkar dan luar kekuasaan. Terakhir, korupsi bisa
disejajarkan dengan hirabah (pembegalan atau perampokan besar-besaran). Ini jika ditinjau
dari dampak kerusakan tatanan peradaban yang ditimbulkannya. Jika ada pejabat yang
menyunat dana pembangunan jalan raya, jembatan, tol, dan reboisasi hutan, maka
tindakannya itu termasuk hirabah.
Secara teoritis kedudukan korupsi dalam hukum Islam adalah merupakan
tindakan kriminal yang dalam istilah Islam disebut dengan Jinayah dan atau
Jarimah. Asas legalitas hukum Islam tentang korupsi sangatlah jelas dan tegas.
Ia merupakan suatu tindakan pencurian dan karenanya pelaku korupsi haruslah
dihukum. Di dalam al-Quran Allah SWT berfirman :
Artinya: Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.(QS. Al Baqarah 2:188)
Dari ayat tersebut di atas dapatlah kita pahami
bahwa Allah SWT sangat melarang hambanya untuk
mengambil dan memakan harta yang diperoleh dari jalan yang tidak benar. Selain
itu, ayat tersebut juga bermakna bahwa Allah SWT membenci
dan melarang hambaNya untuk menguasai harta orang lain tanpa melalui cara-cara
yang benar. Perlindungan terhadap harta adalah merupakan salah satu pokok
pertimbangan dalam menetapkan hukum Islam yang terkenal dengan Asasul Khomsah
(prinsip-prinsip yang lima) yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara
akal, memelihara keturunan / kehormatan dan memelihara harta.
Selain itu korupsi adalah salah satu bentuk
pengkhianatan terhadap agama sebab ia mengkianati amanah yang dibebankan di
pundaknya. Ia juga menyelewengkan dan menyalahgunakan tugas dan tanggungjawab
yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, ia harus dihukum dan diberikan
sanksi hukum yang jelas dan berat sebab dalam hal ini ada dua dosa yang dia
pikul. Pertama adalah dosa kepada bangsa dan negara sebab dia menyalahgunakan
keuangan dan perekonomian negara, dan kedua adalah dosa kepada Allah SWT sebab dia mengkhianati amanah yang dibebankan kepadanya.
Di Dalam al-Quran Allah SWT berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(QS. An Nissa 4:58)
Pada
ayat lain juga disebutkan ;
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga)
janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui. (QS. Al Anfaal 8:27)
Dalam sebuah hadits yang
shahih Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang berlaku
zhalim (khianat dalam masalah harta) sejengkal tanah maka kelak pada hari
kiamat akan digantungkan tujuh lapis bumi di lehernya.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim
Di dalam salah
satu Hadis Rasulullah SAW bersabda :
Artinya: Laksanakanlah
amanah kepada orang yang memberikannya kepadamu dan janganlah kamu melakukan
pengkhianatan (sekalipun) terhadap orang yang pernah mengkhianatimu.
Di dalam hadis
lain juga disebutkan :
Artinya: Tidak
sempurna iman seseorang yang tidak amanah dan tidak sempurna agama seseorang
yang tidak menunaikan janji.
Korupsi dalam pandangan agama Islam juga dimasukkan dalam kategori al-Gosysy
dan atau al-Ghulul (penipuan), sebab korupsi termasuk dalam kategori menipu
orang banyak ataupun menipu negara untuk kepentingan peribadinya.
Berkaitan dengan
masalah penipuan (al-ghasysy), Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa
yang menipu maka dia bukanlah dari golongan umatku.” (HR. Muslim dan yang
lainnya).
Pada hadis lain disebutkan :
“Tidak diterima sholat seseorang kecuali dalam keadaan suci dan tidak sah
sedekah seseorang yang bersumber dari penipuan.”
Korupsi sangat dekat dengan istilah Risywah (suap menyuap) dalam ajaran
agama Islam, sebab korupsi itu salah satu bentuknya adalah melakukan penyuapan
atas seseorang dengan imbalan tertentu untuk mendapatkan jabatan tertentu pula.
Masalah suap menyuap ini mendapat perhatian yang sangat serius dari Rasulullah SAW.
Lalu Rosululloh SAW menegaskan hukum berbuat korupsi, Rasululloh SAW
bersabda: “Alloh melaknat orang yang menyuap dan menerima
suap.” (HR. Tirmidzi )
Pada hadits lain Rosululloh SAW bersabda: “Barangsiapa yang telah aku pekerjakan dalam suatu pekerjaan, lalu
kuberi gajinya maka sesuatu yang diambilnya diluar gajinya itu adalah penipuan
(haram).” (HR. Abu Dawud)
Atas dasar penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dan menghubungkannya
dengan sumber-sumber hukum Islam, baik yang tertuang dalam al-Quran maupun
dalam al-Hadis, maka dapat disimpulkan bahwa korupsi hukumnya adalah HARAM. Keharamannya ini bersifat mutlak dan tidak dapat
ditawar-tawar lagi, apalagi di dalamya terdapat dua dosa sekaligus yaitu
pertama, dosa kepada bangsa dan negara dan yang kedua dosa kepada Allah SWT.
2. Penyebab
Korupsi
Korupsi
merupakan sebuah akibat langsung dari kondisi riel masyarakat yang sangat
rendah mentalitasnya yang barangkali dapat disebabkan oleh minimnya
penghasilan, rendahnya pengetahuan dan pengamalan agama, sikap tamak dan rakus
yang menghantui setiap anggota masyarakat dan lain-lain sebagainya. Kondisi
riel inilah barangkali yang menyebabkan suburnya peraktek korupsi pada
masyarakat dan pemerintah.
Untuk
lebih lanjut dalam masalah ini dapat diuraikan penyebab-penyebab terjadinya
peraktek korupsi, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Lemahnya
Keyakinan Agama
Lemahnya keyakinan agama adalah salah satu faktor penyebab seseorang
melakukan korupsi. Pada kenyataan di lapangan banyak orang yang rajin
melaksanakan ibadah sesuai ajaran agamanya, namun praktek korupsinya tetap juga
jalan. Hal ini karena pelaksanaan ajaran agama yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan sekaligus tidak mendalami makna yang terkandung
dalam ibadah tersebut. Akibatnya ibadah yang dilaksanakan baru sebatas ibadah
ritual ceremonial, belum menjalankan ibadah ritual dan aktual yang didasarkan
karena semata-mata mengharap ridho Allah swt.
b. Pemahan
Keagamaan yang Keliru
Pemahaman keagamaan yang keliru yang dimaksudkan di sini yaitu adanya
satu pemahaman bahwa setiap berbuat satu kebaikan akan diberikan pahalanya
tujuh ratus kali llipat pada satu pihak, sebagaimana tercermin dalam firman
Allah SWT,
Artinya : Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di Jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada
tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui
Dan adanya pemahaman bahwa setiap perbuatan akan diberi balasan yang
sesuai dengan perbuatannya. Sebagaimana firman Allah dalam
.
Artinya: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat
biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai
pembuat perhitungan.( QS. Al Anbiya :47)
c. Ada
Kesempatan dan Sistem yang Rapuh
Seseorang melakukan tindak pidana korupsi salah satunya adalah
disebabkan adanya kesempatan dan peluang serta didukung oleh sistem yang sangat
kondusif untuk berbuat korupsi. Adanya kesempatan dan peluang itu antara lain
adalah dalam bentuk terbukanya kesempatan dan peluang untuk berbuat korupsi
karena tidak adanya pengawasan melekat dari atasannya dan terkadang justru
atasannya mengharuskan seseorang untuk berbuat korupsi. Atau bisa dalam bentuk
sistem penganggaran yang memang mengharuskan seseorang berbuat korupsi seperti
diperlukannya uang pelicin untuk menggolkan anggaran kegiatan, atau dalam
bentuk lain diperlukannya uang setoran kepada atasan di akhir pelaksanaan
kegiatan.
d. Mentalitas
yang Rapuh
Mentalitas ataupun sikap mental yang rapuh adalah disebabkan
pengetahuan dan pengamalan agama yang kurang, disamping penyebab-penyebab
lainnya. Apabila pengetahuan dan pengamalan agama seseorang baik, maka dapat
dipastikan bahwa sikap mental orang tersebut akan baik, namun demikian tidak
semua yang bermental baik berarti memiliki pengetahuan dan pengamalan agama
yang baik, sebab masih banyak penyebab-penyebab lainnya yang menyebabkan
seseorang bermental baik.
Perlu diketahui bahwa faktor mentalitas ini adalah merupakan faktor
yang paling dominan yang menyebabkan terjadinya korupsi, sebab dalam
kenyataannya yang melakukan praktek korupsi itu biasanya yang paling tinggi
jabatannya, disamping yang mempunyai peluang dan kesempatan untuk melakukannya.
e.
Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi.
Hal itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi
kebutuhan. Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow,
korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang
paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang
pas-pasan yang bertahan hidup. Namum saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya
dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro : 2004). ). Hal ini sepintas kilas
dapat dibenarkan, tetapi karena yang melakukannya hampir semua orang yang
mempunyai kesempatan dan peluang, maka keuangan negara habis dikorupsi
orang-orang tertentu untuk selanjutnya dinikmati oleh orang-orang tertentu
pula.
(KPK: 2006)
sistem penggajian kepegawaian sangat terkait dengan kinerja aparatur
pemerintah. Tingkat gaji yang tidak memenuhi standar hidup minimal pegawai
merupakan masalah sulit yang harus dituntaskan penyelesaiannya. Aparatur
pemerintah yang merasa penghasilan yang diterimanya tidak sesuai dengan
kontribusi yang diberikannya dalam menjalankan tugas pokoknya tidak akan dapat
secara optimal melaksanakan tugas pokoknya.
f. Faktor Budaya
Adalah
sebuah kebiasaan seseorang yang menjadi pejabat tinggi dalam sebuah
pemerintahan, maka yang bersangkutan akan menjadi sandaran dan tempat
bergantung bagi keluarganya, akibatnya dia diharuskan melakukan perbuatan
korupsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya tersebut, apalagi
permintaan akan kebutuhan itu datang dari orang yang sangat berpengaruh bagi
dirinya. Selain akan dianggap bodoh seseorang manakala dia tidak mempunyai
apa-apa di luar penghasilannya, sementara dia menduduki suatu jabatan penting,
akibatnya dipaksa untuk melakukan korupsi.
g.
Faktor Politik
Politik
merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika
terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan,
bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan.
h. Faktor
Kebiasaan dan Kebersamaan
Praktek
korupsi sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi yang mempunyai peluang dan
kesempatan melakukannya, ditambah lagi praktek korupsi ini telah dilakukan oleh
banyak orang, dan bahkan dilakukan secara berjamaah. Akibatnya peraktek ini
menjadi kebiasaan yang tak perlu diusik dan diutak-atik. Akhirnya terjadilah
pembiasaan terhadap yang salah, padahal seharusnya kita membiasakan yang benar
dan bukan membenarkan yang biasa apalagi perbuatan yang salah itu merugikan dan
menjadi wabah penyakit serius seperti korupsi. Kebiasaan ini harus dicegah dan
bila perlu dibasmi sampai ke akar-akarnya, sehingga hilang sama sekali.
i.
Faktor Hukum
Faktor
hukum bisa lihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan
sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum, mudah
ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil. Rumusan yang
tidak jelas dan tidak tegas (non lex certa) sehingga multi tafsir,
kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajat
maupun yang lebih tinggi). Sanksi yang tidak equivalen dengan perbuatan
yang dilarang sehingga tidak tepat sasaran serta dirasa terlalu ringan atau
terlalu berat. Penggunaan konsep yang berbeda-beda untuk sesuatu yang sama,
semua itu memungkinkan suatu peraturan tidak kompatibel dengan realitas yang
ada sehingga tidak fungsional atau tidak produktif dan mengalami resisten.
Orang
tidak kapok melakukan korupsi secara berulang-ulang, salah satu penyebabnya
adalah karena tidak adanya sanksi hukum yang jelas yang diberikan kepada pelaku
korupsi, padahal hukuman terhadap mereka telah diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, tetapi karena penegakan hukumnya lemah,
ditambah dengan aparat penegak hukumnya juga pelaku korupsi, maka pelaku
korupsi tadi tidak merasa jera dengan perbuatannya dan bahkan semakin
menjadi-jadi, akibatnya menjadi sebuah kebiasaan yang sulit dihindari apalagi
untuk dihentikan.
j.
Hilangnya Rasa Bersalah
Seorang
koruptor tidak merasa bersalah atas perilakunya memakan uang negara, sebab dia
merasa bahwa korupsi tidak sama dengan mencuri. Baginya korupsi berbeda dengan
mencuri. Orang seperti ini sering berdalih, kalau yang dirugikan itu negara
maka negara tidak bisa bersedih apalagi menangis, apalagi saya ini termasuk
bahagian dari negara. Kalau yang dicuri uang rakyat, maka rakyat yang mana ?
sebab saya sendiri juga adalah rakyat, hal itu berarti bahwa saya juga mencuri
uang saya sendiri. Akibatnya para pelaku korupsi itu tidak pernah merasa
bersalah atas perbuatannya, padahal kalaulah ia merasa bersalah atas
perbuatannya maka besar kemungkinan ia akan mengembalikan uang yang
dikorupsinya itu atau minimal dia tidak akan mengulangi lagi perbuatnnya di
kemudian hari. Perasaan hilangnya rasa bersalah atau tidak punya rasa malu ini,
harus ditumbuh kembangkan lagi, sehingga menjadi bahagian dari hidup ataupun
menjadi budaya bangsa. Namun inilah yang sudah hilang dari kebanyakan orang.
k.
Hilangnya Nilai Kejujuran
Nilai
kejujuran adalah merupakan satu asset yang sangat berharga bagi seseorang yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, sebab kejujuran
akan mampu menjadi benteng bagi seseorang untuk menghindari perbuatan-perbuatan
munkar seperti perbuatan korupsi ini. Hanya saja memang harus diakui bahwa
nilai-nilai kejujuran telah hilang dari pelaku-pelaku korupsi itu. Oleh karena
itulah maka sejak kecil dalam rumah tangga sudah harus ditanamkan nilai-nilai
kejujuran kepada anak-anak sesuai dengan hadis Nabi, Katakanlah yang benar itu
walau pahit sekalipun.
l.
Sikap Tamak dan serakah
Sikap
tamak dan serakah adalah merupakan dua sikap yang sering menjerumuskan ummat
manusia ke jurang kehinaan dan keghancuran sebab kedua sikap ini mengantar
manusia kepada sikap tidak pernah merasa puas dan tidak pernah merasa cukup
sekalipun harta yang telah dimilikinya sudah melimpah ruah. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam al-Quran:
Artinya: Bagi
orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, (disediakan) pembalasan yang baik.
Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai
semua (kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi
besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu.
Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka
ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.(QS.Ar Ra’d 13:18)
m.
Terjerat Sifat Materialistik,
Kapitalistik dan Hedonistik
Materialistik, Kapitalistik dan hedonistik adalah tiga sifat yang siap
siaga mengantarkan ummat manusia untuk menghalalkan segala macam cara agar
mendapatkan harta yang berlimpah. Harta yang berlimpah inipun tidak pernah
merasa puasa dan cukup, selalu kehausan dan kekurangan setiap saat. Sudah punya
mobil satu maka ingin punya mobil dua, sudah punya mobil dua maka iapun
berhasrat untuk memiliki tiga dan seterusnya, akibatnya apapun dilakukan untuk
mendapatkannya termasuk di dalamnya dengan melakukan korupsi yang jelas-jelas
menyengsarakan rakyat dan negara. Oleh karena itulah maka Nabi memperingatkan
kepada yang haus akan harta melalui sabda beliau :
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, : Celakah hamba dinar
dan hamba dirham, hamba permadani, dan hamba baju. Apabila ia diberi maka ia
puas dan apabila ia tidak diberi maka iapun menggerutu kesal
3. Bentuk-bentuk
Korupsi
Korupsi sebagaimana dalam pembahasan tersebut di
atas adalah merupakan sebuah penyalahgunaan wewenang ataupun kekuasaan dari
kepentingan publik kepada kepentingan peribadi, kelompok dan atau golongan yang
dapat merugikan kekayaan negara ataupun perekonomian negara. Penyalahgunaan
wewenang ini dapat diperluas bukan hanya dalam lingkup pemerintahan semata.
Tetapi juga dalam semua lingkup kehidupan masyarakat seperti lembaga sosial
kemasyarakatan.
Korupsi dapat dikelompokan dalam beberapa bentuk,
yaitu:
a.
Korupsi Transaktif.
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan atas dasar
kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima dari
keuntungan pribadi masing-masing pihak dan kedua pihak sama-sama aktif
melakukan usaha untuk mencapai keuntungan tersebut.
b.
Korupsi Ekstortif (Memeras).
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi dimana terdapat unsur paksaan,
yaitu pihak pemberi dipaksa untuk melakukan penyuapan guna mencegah terjadinya
kerugian bagi dirinya, kepentingannya, orang-orang, atau hal-hal yang penting
baginya.
c.
Korupsi Nepotistik (Perkerabatan).
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi dengan melakukan penunjukan
secara tidak sah terhadap kawan atau kerabat untuk memegang suatu jabatan
publik, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa dalam bentuk uang atau
bentuk lain kepada mereka secara bertentangan dengan norma atau ketentuan yang
berlaku.
d.
Korupsi Investif.
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang berwujud pemberian barang
atau jasa tanpa ada keterkaitan langsung dengan keuntungan tertentu, melainkan
mengharapkan suatu keuntungan yang akan diperoleh di masa depan.
e.
Korupsi Suportif (Dukungan).
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang berbetuk upaya penciptaan
suasana yang dapat melanggengkan, melindungi dan memperkuat korupsi yang sedang
dijalankan.
f.
Korupsi Autogenik.
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan secara
individual untuk mendapatkan keuntungan karena memahami dan mengetahui serta
mempunyai peluang terhadap obyek korupsi yang tidak diketahui oleh orang lain.
g. Korupsi Defensif.
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan oleh korban
korupsi dalam rangka mempertahankan diri terhadap upaya pemerasan terhadap
dirinya.
C.
PENGARUH
IBADAH DALAM PENGENDALIAN KORUPSI
Pada dasarnya orang melakukan korupsi
dan menyuap jiwanya dalam keadaan kotor. Pada saat jiwanya kotor itulah secara
sadar maupun tidak, munculah virus untuk melakukan korupsi. Saat jiwa kotor,
matahati sudah terkunci untuk mendapatkan cahaya ilahi.
Di jaman seperti ini memang tidak
sedikit koruptor yang taat beribadah. Bahkan memiliki gelar keagamaan. Tetapi
kenapa mereka tetap melakukan tindakan korupsi yang jelas-jelas diharamkan
agama?
Shalat
dan pengamalan ibadah harus berbuah ketulusan dalam berpihak membela yang
lemah. Mereka para koruptor gagal memahami makna, fungsi, dan tujuan salat
serta ibadah-ibadah lainnya. Bisa jadi salat, umroh, haji, puasa dan ibadah
lainnya dijadikan alat meng-cover perilaku korupnya. Tingkah laku mereka yang
memakai topeng agama dan tetap berperilaku korup itu memang membahayakan.
Selain menodai agama, juga diduga sebagai upaya menutupi kejahatan.
Maka berbeda sekali antara pecinta dunia
dengan orang yang bertauhid kokoh. Orang yang bertauhid kokoh tidak memerlukan
topeng-topeng duniawi. Bagi Rasulullah saw, beliau tidak memerlukan istana,
tidak bermahkota, tidak bertabur tanda jasa, tapi tetap mulia, bahkan sampai
detik ini tidak berkurang kemuliannya. Jadi, sepanjang menganggap dunia itu
hebat, harta itu hebat, mobil mewah itu hebat, rumah megah itu hebat, tabungan
banyak itu hebat, maka ia akan terus memburunya.
Pemberantasan korupsi akan sulit tegak
di masyarakat muslim jika tidak dikembalikan kepada Allah SWT. Negara lain bisa
saja memberantas korupsi karena memiliki peraturan tegas yang benar-benar
ditegakan. Bebeda dengan negara kita yang masih kurang optimal penegakannya.
Maka bedanya dengan mereka, jika seorang muslim sudah yakin kepada Allah, maka
ia akan takut melakukan kejahatan karena Allah semata. Ia tetap patuh pada
peraturan negara, dengan ikatan yang kuat karena Allah SWT, sehingga tidak mau
untuk mengakali peraturan yang sudah dibuat itu.
Bila orang tidak memiliki keyakinan yang
kuat, bisa saja ia patuh aturan negara, namun ketika memiliki kesempatan, bisa
saja ia mengakali peraturan untuk kepentingan pribadinya. Oleh karenanya, bagi
kita semua seluruh aspek kehidupan akan bisa menjadi amal shaleh. Dan dengan
prinsip keadilan berupa menyimpan sesuatu pada tempatnya. Adanya aturan maupun
tidak ada, ia akan tetap patuh, karena semata-mata karena takut kepada Allah
SWT.
a. Shalat
sebagai Pencegahan Korupsi
Untuk membersihkan jiwa yang kotor
karena korupsi, salah satu alternatifnya yaitu dengan mendirikan shalat. Dengan
mendirikan shalat, maka seseorang dapat terhindar dari perbuatan keji dan
munkar, sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya:
..sesungguhnya shalat itu bisa mencegah diri dari perbuatan keji dan
mungkar. ( QS. Al-Ankabut 29 :45).
Dari ayat tersebut kita harus bisa
membedakan antara .mengerjakan shalat dengan .mendirikan shalat. Orang yang
mengerjakan shalat belum tentu dia mendirikan shalat, tetapi setiap orang yang
mendirikan shalat sudah pasti dia mengerjakan shalat. Artinya, mendirikan itu
tanpa paksaan dan tidak mengharap sesuatu melainkan ridha Allah, tetapi kalau
mengerjakan bisa saja karena ada paksaan atau malu pada seseorang, atau
mengharap hal-hal lain yang bersifat duniawi. Kita tidak tahu apakah shalat
kita diterima atau dotolak oleh Allah. Oleh sebab itu kita harus berusaha
mengerjakannya dengan penuh mengharapkan keredhoaan dari Allah.
b. Puasa
sebagai Pencegahan Korupsi
Puasa adalah ibadah fisikal dan sekaligus juga ibadah
batiniyah. Ibadah fisikal bercorak menahan keinginan atau nafsu biologis
seperti makan, minum dan relasi seksual, sedangkan ibadah batiniyah bercorak
pengendalian hawa nafsu yang non fisikal.
Puasa dengan segala perangkat ibadahnya tentu bisa
menjadi alat untuk mencegah nafsu memperkaya diri tersebut. Puasa yang
dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan niat hanya karena Allah semata, maka
akan mendatangkan cahaya atau energi positif untuk menolak tindakan-tindakan
yang tidak sesuai dengan semua aturan yang berlaku, seperti tindakan
korupsi.
c.
Ibadah Haji sebagai Pencegahan Korupsi
Menunaikan
ibadah haji dapat melatih kesabaran, melatih jiwa untuk berjuang, serta mengontrol syahwat dan hawa nafsu. Ibadah haji
menjadi terapi atas kesombongan, arogansi, dan berbangga diri sebab dalam
praktek ibadah haji kedudukan semua manusia sama.
Dalam
setiap rukun haji yang dilakukan mempunyai tujuan dan fungsi yang seharusnya
kita pahami, seperti wukuf di arafah menjadi media meditasi untuk merenungi
perbuatan masa lampau yang menjauhkan diri dari Allah swt dan memahami lebih
dalam hakikat tujuan hidup. Perjalanan Shafa dan Marwah bermakna perjuangan
spiritualitas diri untuk bertarung melawan hawa nafsu. Melempar Jumrah ‘Aqabah
mengisyaratkan melempar semua sifat kejahiliahan seperti kemunafikan, kedustaan
dan keduniawian.
Berhaji
akan membawa seseorang mentafakuri atau mengintrospeksi diri guna mencari jati
diri seorang hamba yang hakiki. Hakikat seorang hamba adalah senantiasa
mengabdikan diri dan kehidupannya untuk Allah semata.
Apabila
seseorang sudah dapat meresapi dari fungsi serta tujuan dari ibadah haji,maka
orang tersebut tidak akan melakukan tindakan korupsi, karena orang tersebut menyadari bahwa segala hal yang ia lakukan
senantiasa hanya untuk mengharap ridho Allah SWT.
Pada intinya,
ibadah itu berpengaruh terhadap pembentukan karakter pribadi seseorang. Ketika
seseorang melakukan
ibadah sesuai ketentuan agama dan mampu memahami makna, fungsi,
dan tujuan ibadah, yaitu melakukan
ibadah karena semata-mata karena mengharap ridho Allah SWT, maka akan terbentuk
pribadi yang bertauhid kokoh. Ketika seseorang sudah bertauhid kokoh, maka ia
akan senantiasa menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut
ulama tauhid, ibadah adalah meng-Esakan Allah SWT dengan sungguh-sungguh dan
merendahkan diri serta menundukan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya.
Kata
korupsi sebagaimana yang diketahui berasal dari bahasa Inggris corruption.
Sebetulnya kata corruption tersebut
berasal dari kata dalam bahasa Latin “corruptus” yang berarti “merusak
habis-habisan”. Kata ‘corruptus’ itu sendiri berasal dari kata dasar corrumpere,
yang tersusun dari kata com (yang berarti ‘menyeluruh’) dan rumpere
yang berarti merusak secara total kepercayaan khalayak kepada si pelaku yang
tak jujur.
Korupsi adalah merupakan perbuatan yang dilarang
dalam ajaran agama Islam yang hukumnya adalah HARAM.
Keharamannya ini bisa dicari dalil-dalilnya dalam ajaran agama Islam seperti
Risywah (Suap), Saraqah (Pencurian), al-Gasysy (Penipuan), dan Khiyanah
(Penghianatan).
Korupsi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu: lemahnya keyakinan agama, pemahaman keagamaan yang keliru, ada kesempatan dan sistemyang
rapuh, mentalitas yang rapuh, faktor ekonomi, budaya, politik, hukum, kebiasaan
dan kebersamaan, hilangnya rasa bersalah, hilangnya nilai kejujuran, sikap tamak
dan serakah, serta terjerat sifat materialistik, kapitalistik, dan hedonistik.
DAFTAR PUSTAKA
. Jamaluddin, Syakir. 2011. Kuliah Fiqih Ibadah. Yogyakarta: LPPI UMY
Ijin Kopas ya buat tugas makalah juga
ReplyDeleteitung2 udah izin biar gak plagiat eheheheh :D
iya, silakan.. semoga bermanfaat
Deletekak,saya izin copy beberapa paragraf... buat tugas makalah
ReplyDeleteterimakasih kak....