Monday 15 December 2014

MAKALAH PENGARUH IBADAH DALAM PENGENDALIAN KORUPSI

MAKALAH
PENGARUH IBADAH DALAM PENGENDALIAN KORUPSI



 









DISUSUN OLEH :

3. Feri Indriastuti                       (112150013)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2012



KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas ijin dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah  “PENGARUH IBADAH DALAM PENGENDALIAN KORUPSI” dengan baik guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.
            Mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis, dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari akan kekurangan-kekurangan baik teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak, penulis terima untuk penyempurnaan makalah ini.
            Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, khususnya kepada :
  1. Iyus Herdiana, M.Ag, selaku dosen pembimbing mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan..
  2. Semua teman-teman yang membantu terselesainya makalah ini.
Penulis berharap semoga Allah memberikan pahala dan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi semua pihak, Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
                                                                                     Purworejo,13Desember 2012 

                                                                                                    Penulis


DAFTAR ISI


Halaman Judul                                                                                              i

Kata Pengantar                                                                                             ii         

Daftar isi                                                                                                        iii        

BAB I PENDAHULUAN
a.    Latar Belakang Masalah                                                                1
b.    Rumusan Masalah                                                                          2       
c.       Tujuan                                                                                             2    
BAB II PEMBAHASAN
a.       Pengertian ibadah…………………………………………………...3         
b.      Macam Penbagian ibadah…………………………………………...3
c.       Tujuan dari ibadah…………………………………………………..5
d.      Pengertian korupsi…………………………………………………..6
e.       Penyebab korupsi…………………………………………………...12
f.       Bentuk – bentuk korupsi……………………………………………19
g.      Pengaruh ibadah dalam pengendalian korupsi……………………...20
   
BAB III PENUTUP               
a.       Kesimpulan                                                                                         24       
b.      Saran                                                                                                   24


Daftar pustaka                                                                                              2

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekuensi manusia itu melakukan penghambaan kepada tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia itu diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada Allah. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah dan apa yang diwahyukan Allah itu tiada lain manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus.                             
Dengan demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah kepada Allah itu ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu Allah. Secara umum ibadah dapat berperan sebagai alat untuk menumbuhkan kesadaran pada diri.
Kita menangani permasalahan kesadaran diri tersebut dilihat dari sudut pandang Islam. Sekarang ini sering terjadi banyak kejahatan. Kejahatan yang sekarang ini “hampir” menjadi budaya adalah korupsi, yang dalam bentuknya memiliki banyak macam dan jenis. Ironis memang, di negeri yang “katanya” mayoritas beragama Islam dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual ini pernah meraih peringkat pertama sebagai Negara terkorup di Asia dan Negara paling lamban yang keluar dari krisis dibandingkan ngara-negara tetangganya.
 Perlu dikritisi bahwa orientasi keberagamaan kita yang menekankan kesalehan ritual-formal dengan mengabaikan kesalehan moral-individual dan sosial. Model beragama seperti ini memang sulit untuk dapat mencegah pemeluknya dari perilaku-perilaku buruk, seperti korupsi. Padahal dalam perspektif ajaran Islam, korupsi merupakan perbuatan terkutuk, karena dampak buruk yang ditimbulkannya bagi suatu masyarakat dan bangsa sangatlah serius.
Oleh karena itu, dengan latar belakang masalah di atas, makalah ini akan membahas mengenai apa itu ibadah? Apa  pengertian, penyebab dan bentuk dari korupsi korupsi? Dan apa Pengaruh ibadah dalam pengendalian korupsi?.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah :
1.      Apakah pengertian ibadah  itu ?
2.      Apakah pengertian korupsi?
3.      Apakah penyebab korupsi?
4.      Bagaimana pengaruh ibadah dalam pengendalian korupsi?
                              
C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah agar kita dapat menjelaskan/mendeskripsikan :
1.      Pengertian ibadah.   
2.      Pengertian korupsi.
3.      Penyebab korupsi.
4.      Pengaruh ibadah dalam pengendalian korupsi.




BAB II
PEMBAHASAN
Pengaruh Ibadah dalam Pengendalian Korupsi

A.    IBADAH
1. Pengertian Ibadah
Menurut ulama tauhid, ibadah adalah meng-Esakan Allah SWT dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta menundukan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya. Sedangkan ulama fiqih berpendapat, ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang bertujuan memperoleh keridhaan Allah SWT dan mendambakan pahala dari-Nya di akhirat. Dari kedua pandangan para ulama tersebut, ibadah dapat dipahami sebagai perwujudan segala sikap dan amalan meng-Esakan Allah SWT guna mengharap keridhaan-Nya.

Dari segi bahasa, ibadah berarti taat, tunduk, menurut, mengikuti, dan doa (Ahmad dan Musdah, 2003 : 137). Sedangkan secara terminologi, ibadah berarti melaksanakan perintah-perintah Allah secara baik (Mahdi, 2003 : 6). Dapat dimengerti bahwa ibadah merupakan pengabdian dan ketundukan tertinggi kepada Allah swt. Selain Allah tidak ada yang berhak disembah.

2.      Pembagian Ibadah

Dilihat dari segi pelaksanaannya ibadah dibagi dalam tiga bentuk :
ü Ibadah jasmaniah-ruhiah (ruhaniah) yaitu perpaduan ibadah jasmani dan ruhani, seperti shalat dan puasa.
ü Ibadah ruhiah dan maliah, yaitu perpaduan antara ibadah ruhani dan harta, seperti zakat.
ü Ibadah jasmaniah, ruhiah, dan maliah sekaligus, seperti melaksanakan haji.


Ditinjau dari ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
ü Ibadah khashsah (ibadah kusus), yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan ole nash, seperti thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, qurban, dll.
ü Ibadah ‘ammah (ibadah umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena Allah SWT semata dan tidak ada ketentuan khusus, tetapi didasarkan pada asas manfaat dan asas mudharatnya. Misalnya; berdakwah, melakukan amarma’ruf nahi munkar di berbagai bidang, menuntut ilmu, bekerja, dll.

Dilihat dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah ada lima macam, yakni :
ü Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan (ucapan lidah), seperti berzikir, berdoa, tahmid, dan membaca Al-Quran.
ü Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau menolong orang lain, jihad, dan tajhiz al- janazah (mengurus jenazah).
ü Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujud perbuatannya, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
ü Ibadah yang tata cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri seperti puasa, iktikaf, dan ihram.
ü Ibadah yang berbentuk menggugurkan hak, seperti memaafkan orang yang telah melakukan kesalahan terhadap dirinya dan membebaskan seseorang yang berhutang kepadanya.

3.      Tujuan Ibadah
Allah memerintahkan ibadah kepada manusia tentulaah ada tujuannya, tujuan tersebut bukanlah untuk kepentingan Allah, melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri, ketenangan dan kebahagiaan hidup di dunia maupun kelak di akherat kelak. Sebelum melaksanakan ibadah hendaknya terlebih dahulu kita ketahui apa sebenarnya tujuan ibadah itu.
Adapun tujuan ibadah adalah:
ü Supaya manusia menyembah hanya kepada Allah semata, tunduk dan sujud kepada-Nya
Artinya: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.( QS. At-Thaha 20;14)
ü Supaya manusia ingat kepada Allah yang memberikan hidup dan kehidupan. Mengingat Allah akan menghindarkan kita dari segala bentuk kemalasan dan kelesuan, serta rasa tidak tenang dan ketakutan saat melakukan kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan kewajiban.
ü Sebagai wujud taatnya kepada Sang Pencipta
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.(QS.Az-Zariyat 51:56)
ü Supaya manusia dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan.

Dalam ilmu tasawuf dikenal Tazkiyat al-Nafs (penyucian jiwa), artinya bahwa ibadah merupakan suatu langkah atau cara seoang hamba untuk lebih dekat dengan Tuhannya. Selain itu ibadah juga berfungsi sebagai penyucian jiwa atau pembinaan mental manusia.
Seseorang harus mampu melawan segala macam nafsu dirinya, karena itu akan menentukan posisinya pada hari kiamat dan ditetapkannya cara ia dibangkitkan. Karena itu, hendaklah kita semua menumpukan perhatian kita kepada hati dan batin kita. Rasulullah saw. Bersabda:

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kamu, tidak pula kepada keturunan kamu, tidak pula harta kamu, tetapi Allah melihat kepada hati dan amalan kamu., (HR. At-Thabrani)

Oleh karena itu, kita hendaknya menyatukan ucapan dengan amalan kita, membenarkan amalan dengan niat dan keikhlasan, dengan membersihkan batin dan meluruskan hati, karena hal itu adalah asal dan sumber dari segala perkara. Selain itu wajib memperhatikan hati secara serius, pusatkan segala perhatian untuk memperbaiki dan meluruskannya. Karena hati itu mudah sekali berubah dan senantiasa goncang.

B.     KORUPSI
1.    Pengertian Korupsi
Kata korupsi sebagaimana yang diketahui berasal dari bahasa Inggris corruption. Sebenarnyanya kata corruption tersebut berasal dari kata dalam bahasa Latin “corruptus” yang berarti “merusak habis-habisan”. Kata ‘corruptus’ itu sendiri berasal dari kata dasar corrumpere,  yang tersusun dari kata com (yang berarti ‘menyeluruh’) dan rumpere yang berarti merusak secara total kepercayaan khalayak kepada si pelaku yang tak jujur.
Dalam kode etik internasional, korupsi sebagai kejahatan terdiri dari perbuatan yang disengaja, baik sebagai pribadi maupun berjamaah dalam institusi negara, atau sejenisnya, atau organisasi bisnis atau perusahaan, secara melawan hukum untuk mengambil, menyogok, menyuap, menggelembungkan harga (mark up), menggunakan barang, benda milik negara atau organisasi secara tidak hak, menyalahgunakan kekuasaan atau kewenangan untuk memperoleh sesuatu demi kepentingan pribadi sehingga menimbulkan kerugian negara baik secara langsung maupun tidak, dan atau menimbulkan terkurangnya hak-hak masyarakat secara sosial dan ekonomi.

Korupsi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Korupsi sebagai kejahatan terhadap harta kekayaan negara, pemerintah atau masyarakat tersebut, memiliki sifat sebagai kejahatan luar kebiasaan (extra ordinary cirme). Sifat korupsi sebagai kejahatan luar biasa antara lain, pertama, karena pelakunya, aktornya umumnya pemegang kekuasaan dalam berbagai lapisan, baik legislator, eksekutor, maupun aktor penegak hukum. Korupsi selalu dilakukan secara sistematik, artinya dalam melakukan korupsi melibatkan banyak orang secara sembunyi-sembunyi, juga dipraktikan secara teroganisir. Cenderung beroperasi dalam era kekuasaan yang turun temurun, sehingga praktik penanggulangannya tidak mudah dicari jalan keluarnya, jika tidak dikarenakan secara terpadu dan komprehensif.
a.    Korupsi Menurut Islam
Istilah korupsi sebagaimana disebutkan di atas adalah merupakan sebuah istilah yang telah akrab dengan kehidupan kita sehari-hari, namun sebagaimana juga disebutkan pada pembahasan terdahulu bahwa istilah korupsi bukanlah merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab yang adalah merupakan bahasa al-Quran dan Al-Hadis yang adalah merupakan sumber utama hukum Islam. Namun demikian di dalam al-Quran terdapat istilah-istilah yang pengertian dan unsurnya terkandung di dalam pengertian korupsi.
Dilihat dari artinya korupsi dianggap sebagai tindakan mencuri atau mengambil harta pihak lain secara tidak sah, korupsi semakna dengan konsep sariqah (mencuri). Sedangkan bila ditengok dari sisi pendekatan kekuasaan, korupsi dapat digolongkan sebagai risywah (suap). Akan tetapi risywah lebih mencakup daripada hanya sekedar suap. Sebab risywah terjadi tidak cuma di kalangan pejabat, tetapi juga di tingkat rakyat.

Sementara itu, ditilik dari sisi penggelapan harta publik atau harta negara, korupsi termasuk dalam pengertian ghulul (penggelapan harta). Inilah konsep yang paling dekat dengan definisi korupsi. Karena baik korupsi dan ghulul sama-sama terjadi dalam urusan harta publik di kalangan lingkar dan luar kekuasaan. Terakhir, korupsi bisa disejajarkan dengan hirabah (pembegalan atau perampokan besar-besaran). Ini jika ditinjau dari dampak kerusakan tatanan peradaban yang ditimbulkannya. Jika ada pejabat yang menyunat dana pembangunan jalan raya, jembatan, tol, dan reboisasi hutan, maka tindakannya itu termasuk hirabah.
Secara teoritis kedudukan korupsi dalam hukum Islam adalah merupakan tindakan kriminal yang dalam istilah Islam disebut dengan Jinayah dan atau Jarimah. Asas legalitas hukum Islam tentang korupsi sangatlah jelas dan tegas. Ia merupakan suatu tindakan pencurian dan karenanya pelaku korupsi haruslah dihukum. Di dalam al-Quran Allah SWT berfirman :
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.(QS. Al Baqarah 2:188)
Dari ayat tersebut di atas dapatlah kita pahami bahwa Allah SWT sangat melarang hambanya untuk mengambil dan memakan harta yang diperoleh dari jalan yang tidak benar. Selain itu, ayat tersebut juga bermakna bahwa Allah SWT membenci dan melarang hambaNya untuk menguasai harta orang lain tanpa melalui cara-cara yang benar. Perlindungan terhadap harta adalah merupakan salah satu pokok pertimbangan dalam menetapkan hukum Islam yang terkenal dengan Asasul Khomsah (prinsip-prinsip yang lima) yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan / kehormatan dan memelihara harta.
Selain itu korupsi adalah salah satu bentuk pengkhianatan terhadap agama sebab ia mengkianati amanah yang dibebankan di pundaknya. Ia juga menyelewengkan dan menyalahgunakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, ia harus dihukum dan diberikan sanksi hukum yang jelas dan berat sebab dalam hal ini ada dua dosa yang dia pikul. Pertama adalah dosa kepada bangsa dan negara sebab dia menyalahgunakan keuangan dan perekonomian negara, dan kedua adalah dosa kepada Allah SWT sebab dia mengkhianati amanah yang dibebankan kepadanya. Di Dalam al-Quran Allah SWT berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(QS. An Nissa 4:58)


Pada ayat lain juga disebutkan ;
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al Anfaal 8:27)

Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang berlaku zhalim (khianat dalam masalah harta) sejengkal tanah maka kelak pada hari kiamat akan digantungkan tujuh lapis bumi di lehernya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim
Di dalam salah satu Hadis Rasulullah SAW bersabda :
Artinya: Laksanakanlah amanah kepada orang yang memberikannya kepadamu dan janganlah kamu melakukan pengkhianatan (sekalipun) terhadap orang yang pernah mengkhianatimu.
Di dalam hadis lain juga disebutkan :
Artinya: Tidak sempurna iman seseorang yang tidak amanah dan tidak sempurna agama seseorang yang tidak menunaikan janji.
Korupsi dalam pandangan agama Islam juga dimasukkan dalam kategori al-Gosysy dan atau al-Ghulul (penipuan), sebab korupsi termasuk dalam kategori menipu orang banyak ataupun menipu negara untuk kepentingan peribadinya.
Berkaitan dengan masalah penipuan (al-ghasysy), Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang menipu maka dia bukanlah dari golongan umatku.” (HR. Muslim dan yang lainnya).
Pada hadis lain disebutkan : “Tidak diterima sholat seseorang kecuali dalam keadaan suci dan tidak sah sedekah seseorang yang bersumber dari penipuan.”
Korupsi sangat dekat dengan istilah Risywah (suap menyuap) dalam ajaran agama Islam, sebab korupsi itu salah satu bentuknya adalah melakukan penyuapan atas seseorang dengan imbalan tertentu untuk mendapatkan jabatan tertentu pula. Masalah suap menyuap ini mendapat perhatian yang sangat serius dari Rasulullah SAW.
Lalu Rosululloh SAW menegaskan hukum berbuat korupsi, Rasululloh SAW bersabda: “Alloh melaknat orang yang menyuap dan menerima suap.” (HR. Tirmidzi )
Pada hadits lain Rosululloh SAW bersabda: “Barangsiapa yang telah aku pekerjakan dalam suatu pekerjaan, lalu kuberi gajinya maka sesuatu yang diambilnya diluar gajinya itu adalah penipuan (haram).” (HR. Abu Dawud)
Atas dasar penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dan menghubungkannya dengan sumber-sumber hukum Islam, baik yang tertuang dalam al-Quran maupun dalam al-Hadis, maka dapat disimpulkan bahwa korupsi hukumnya adalah HARAM. Keharamannya ini bersifat mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, apalagi di dalamya terdapat dua dosa sekaligus yaitu pertama, dosa kepada bangsa dan negara dan yang kedua dosa kepada Allah SWT.

2.      Penyebab Korupsi
Korupsi merupakan sebuah akibat langsung dari kondisi riel masyarakat yang sangat rendah mentalitasnya yang barangkali dapat disebabkan oleh minimnya penghasilan, rendahnya pengetahuan dan pengamalan agama, sikap tamak dan rakus yang menghantui setiap anggota masyarakat dan lain-lain sebagainya. Kondisi riel inilah barangkali yang menyebabkan suburnya peraktek korupsi pada masyarakat dan pemerintah.
Untuk lebih lanjut dalam masalah ini dapat diuraikan penyebab-penyebab terjadinya peraktek korupsi, antara lain adalah sebagai berikut:
a.    Lemahnya Keyakinan Agama
Lemahnya keyakinan agama adalah salah satu faktor penyebab seseorang melakukan korupsi. Pada kenyataan di lapangan banyak orang yang rajin melaksanakan ibadah sesuai ajaran agamanya, namun praktek korupsinya tetap juga jalan. Hal ini karena pelaksanaan ajaran agama yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sekaligus tidak mendalami makna yang terkandung dalam ibadah tersebut. Akibatnya ibadah yang dilaksanakan baru sebatas ibadah ritual ceremonial, belum menjalankan ibadah ritual dan aktual yang didasarkan karena semata-mata mengharap ridho Allah swt.
b.    Pemahan Keagamaan yang Keliru
Pemahaman keagamaan yang keliru yang dimaksudkan di sini yaitu adanya satu pemahaman bahwa setiap berbuat satu kebaikan akan diberikan pahalanya tujuh ratus kali llipat pada satu pihak, sebagaimana tercermin dalam firman Allah SWT,
 Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui
Dan adanya pemahaman bahwa setiap perbuatan akan diberi balasan yang sesuai dengan perbuatannya. Sebagaimana firman Allah dalam
.
Artinya: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.( QS. Al Anbiya :47)
c.       Ada Kesempatan dan Sistem yang Rapuh
Seseorang melakukan tindak pidana korupsi salah satunya adalah disebabkan adanya kesempatan dan peluang serta didukung oleh sistem yang sangat kondusif untuk berbuat korupsi. Adanya kesempatan dan peluang itu antara lain adalah dalam bentuk terbukanya kesempatan dan peluang untuk berbuat korupsi karena tidak adanya pengawasan melekat dari atasannya dan terkadang justru atasannya mengharuskan seseorang untuk berbuat korupsi. Atau bisa dalam bentuk sistem penganggaran yang memang mengharuskan seseorang berbuat korupsi seperti diperlukannya uang pelicin untuk menggolkan anggaran kegiatan, atau dalam bentuk lain diperlukannya uang setoran kepada atasan di akhir pelaksanaan kegiatan.
d.      Mentalitas yang Rapuh
Mentalitas ataupun sikap mental yang rapuh adalah disebabkan pengetahuan dan pengamalan agama yang kurang, disamping penyebab-penyebab lainnya. Apabila pengetahuan dan pengamalan agama seseorang baik, maka dapat dipastikan bahwa sikap mental orang tersebut akan baik, namun demikian tidak semua yang bermental baik berarti memiliki pengetahuan dan pengamalan agama yang baik, sebab masih banyak penyebab-penyebab lainnya yang menyebabkan seseorang bermental baik.
Perlu diketahui bahwa faktor mentalitas ini adalah merupakan faktor yang paling dominan yang menyebabkan terjadinya korupsi, sebab dalam kenyataannya yang melakukan praktek korupsi itu biasanya yang paling tinggi jabatannya, disamping yang mempunyai peluang dan kesempatan untuk melakukannya.

e.    Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namum saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro : 2004). ). Hal ini sepintas kilas dapat dibenarkan, tetapi karena yang melakukannya hampir semua orang yang mempunyai kesempatan dan peluang, maka keuangan negara habis dikorupsi orang-orang tertentu untuk selanjutnya dinikmati oleh orang-orang tertentu pula.
(KPK: 2006) sistem penggajian kepegawaian sangat terkait dengan kinerja aparatur pemerintah. Tingkat gaji yang tidak memenuhi standar hidup minimal pegawai merupakan masalah sulit yang harus dituntaskan penyelesaiannya. Aparatur pemerintah yang merasa penghasilan yang diterimanya tidak sesuai dengan kontribusi yang diberikannya dalam menjalankan tugas pokoknya tidak akan dapat secara optimal melaksanakan tugas pokoknya.
f.      Faktor Budaya
Adalah sebuah kebiasaan seseorang yang menjadi pejabat tinggi dalam sebuah pemerintahan, maka yang bersangkutan akan menjadi sandaran dan tempat bergantung bagi keluarganya, akibatnya dia diharuskan melakukan perbuatan korupsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya tersebut, apalagi permintaan akan kebutuhan itu datang dari orang yang sangat berpengaruh bagi dirinya. Selain akan dianggap bodoh seseorang manakala dia tidak mempunyai apa-apa di luar penghasilannya, sementara dia menduduki suatu jabatan penting, akibatnya dipaksa untuk melakukan korupsi.
g.      Faktor Politik
Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan, bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan.
h.      Faktor Kebiasaan dan Kebersamaan
Praktek korupsi sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi yang mempunyai peluang dan kesempatan melakukannya, ditambah lagi praktek korupsi ini telah dilakukan oleh banyak orang, dan bahkan dilakukan secara berjamaah. Akibatnya peraktek ini menjadi kebiasaan yang tak perlu diusik dan diutak-atik. Akhirnya terjadilah pembiasaan terhadap yang salah, padahal seharusnya kita membiasakan yang benar dan bukan membenarkan yang biasa apalagi perbuatan yang salah itu merugikan dan menjadi wabah penyakit serius seperti korupsi. Kebiasaan ini harus dicegah dan bila perlu dibasmi sampai ke akar-akarnya, sehingga hilang sama sekali.
i.        Faktor Hukum
Faktor hukum bisa lihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil. Rumusan yang tidak jelas dan tidak tegas (non lex certa) sehingga multi tafsir, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi). Sanksi yang tidak equivalen dengan perbuatan yang dilarang sehingga tidak tepat sasaran serta dirasa terlalu ringan atau terlalu berat. Penggunaan konsep yang berbeda-beda untuk sesuatu yang sama, semua itu memungkinkan suatu peraturan tidak kompatibel dengan realitas yang ada sehingga tidak fungsional atau tidak produktif dan mengalami resisten.
Orang tidak kapok melakukan korupsi secara berulang-ulang, salah satu penyebabnya adalah karena tidak adanya sanksi hukum yang jelas yang diberikan kepada pelaku korupsi, padahal hukuman terhadap mereka telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi karena penegakan hukumnya lemah, ditambah dengan aparat penegak hukumnya juga pelaku korupsi, maka pelaku korupsi tadi tidak merasa jera dengan perbuatannya dan bahkan semakin menjadi-jadi, akibatnya menjadi sebuah kebiasaan yang sulit dihindari apalagi untuk dihentikan.
j.        Hilangnya Rasa Bersalah
Seorang koruptor tidak merasa bersalah atas perilakunya memakan uang negara, sebab dia merasa bahwa korupsi tidak sama dengan mencuri. Baginya korupsi berbeda dengan mencuri. Orang seperti ini sering berdalih, kalau yang dirugikan itu negara maka negara tidak bisa bersedih apalagi menangis, apalagi saya ini termasuk bahagian dari negara. Kalau yang dicuri uang rakyat, maka rakyat yang mana ? sebab saya sendiri juga adalah rakyat, hal itu berarti bahwa saya juga mencuri uang saya sendiri. Akibatnya para pelaku korupsi itu tidak pernah merasa bersalah atas perbuatannya, padahal kalaulah ia merasa bersalah atas perbuatannya maka besar kemungkinan ia akan mengembalikan uang yang dikorupsinya itu atau minimal dia tidak akan mengulangi lagi perbuatnnya di kemudian hari. Perasaan hilangnya rasa bersalah atau tidak punya rasa malu ini, harus ditumbuh kembangkan lagi, sehingga menjadi bahagian dari hidup ataupun menjadi budaya bangsa. Namun inilah yang sudah hilang dari kebanyakan orang.
k.      Hilangnya Nilai Kejujuran
Nilai kejujuran adalah merupakan satu asset yang sangat berharga bagi seseorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, sebab kejujuran akan mampu menjadi benteng bagi seseorang untuk menghindari perbuatan-perbuatan munkar seperti perbuatan korupsi ini. Hanya saja memang harus diakui bahwa nilai-nilai kejujuran telah hilang dari pelaku-pelaku korupsi itu. Oleh karena itulah maka sejak kecil dalam rumah tangga sudah harus ditanamkan nilai-nilai kejujuran kepada anak-anak sesuai dengan hadis Nabi, Katakanlah yang benar itu walau pahit sekalipun.
l.        Sikap Tamak dan serakah
Sikap tamak dan serakah adalah merupakan dua sikap yang sering menjerumuskan ummat manusia ke jurang kehinaan dan keghancuran sebab kedua sikap ini mengantar manusia kepada sikap tidak pernah merasa puas dan tidak pernah merasa cukup sekalipun harta yang telah dimilikinya sudah melimpah ruah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Quran:
Artinya: Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, (disediakan) pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.(QS.Ar Ra’d 13:18)
m.    Terjerat Sifat Materialistik, Kapitalistik dan Hedonistik
Materialistik, Kapitalistik dan hedonistik adalah tiga sifat yang siap siaga mengantarkan ummat manusia untuk menghalalkan segala macam cara agar mendapatkan harta yang berlimpah. Harta yang berlimpah inipun tidak pernah merasa puasa dan cukup, selalu kehausan dan kekurangan setiap saat. Sudah punya mobil satu maka ingin punya mobil dua, sudah punya mobil dua maka iapun berhasrat untuk memiliki tiga dan seterusnya, akibatnya apapun dilakukan untuk mendapatkannya termasuk di dalamnya dengan melakukan korupsi yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat dan negara. Oleh karena itulah maka Nabi memperingatkan kepada yang haus akan harta melalui sabda beliau :
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, : Celakah hamba dinar dan hamba dirham, hamba permadani, dan hamba baju. Apabila ia diberi maka ia puas dan apabila ia tidak diberi maka iapun menggerutu kesal
3.      Bentuk-bentuk Korupsi
Korupsi sebagaimana dalam pembahasan tersebut di atas adalah merupakan sebuah penyalahgunaan wewenang ataupun kekuasaan dari kepentingan publik kepada kepentingan peribadi, kelompok dan atau golongan yang dapat merugikan kekayaan negara ataupun perekonomian negara. Penyalahgunaan wewenang ini dapat diperluas bukan hanya dalam lingkup pemerintahan semata. Tetapi juga dalam semua lingkup kehidupan masyarakat seperti lembaga sosial kemasyarakatan.
Korupsi dapat dikelompokan dalam beberapa bentuk, yaitu:
a.    Korupsi Transaktif.
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan atas dasar kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima dari keuntungan pribadi masing-masing pihak dan kedua pihak sama-sama aktif melakukan usaha untuk mencapai keuntungan tersebut.
b.    Korupsi Ekstortif (Memeras).
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi dimana terdapat unsur paksaan, yaitu pihak pemberi dipaksa untuk melakukan penyuapan guna mencegah terjadinya kerugian bagi dirinya, kepentingannya, orang-orang, atau hal-hal yang penting baginya.
c.    Korupsi Nepotistik (Perkerabatan).
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi dengan melakukan penunjukan secara tidak sah terhadap kawan atau kerabat untuk memegang suatu jabatan publik, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa dalam bentuk uang atau bentuk lain kepada mereka secara bertentangan dengan norma atau ketentuan yang berlaku.
d.   Korupsi Investif.
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang berwujud pemberian barang atau jasa tanpa ada keterkaitan langsung dengan keuntungan tertentu, melainkan mengharapkan suatu keuntungan yang akan diperoleh di masa depan.
e.    Korupsi Suportif (Dukungan).
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang berbetuk upaya penciptaan suasana yang dapat melanggengkan, melindungi dan memperkuat korupsi yang sedang dijalankan.
f.     Korupsi Autogenik.
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan secara individual untuk mendapatkan keuntungan karena memahami dan mengetahui serta mempunyai peluang terhadap obyek korupsi yang tidak diketahui oleh orang lain.



g.    Korupsi Defensif.
Korupsi ini adalah suatu bentuk korupsi yang dilakukan oleh korban korupsi dalam rangka mempertahankan diri terhadap upaya pemerasan terhadap dirinya.

C.    PENGARUH IBADAH DALAM PENGENDALIAN KORUPSI
Pada dasarnya orang melakukan korupsi dan menyuap jiwanya dalam keadaan kotor. Pada saat jiwanya kotor itulah secara sadar maupun tidak, munculah virus untuk melakukan korupsi. Saat jiwa kotor, matahati sudah terkunci untuk mendapatkan cahaya ilahi.
Di jaman seperti ini memang tidak sedikit koruptor yang taat beribadah. Bahkan memiliki gelar keagamaan. Tetapi kenapa mereka tetap melakukan tindakan korupsi yang jelas-jelas diharamkan agama?
Shalat dan pengamalan ibadah harus berbuah ketulusan dalam berpihak membela yang lemah. Mereka para koruptor gagal memahami makna, fungsi, dan tujuan salat serta ibadah-ibadah lainnya. Bisa jadi salat, umroh, haji, puasa dan ibadah lainnya dijadikan alat meng-cover perilaku korupnya. Tingkah laku mereka yang memakai topeng agama dan tetap berperilaku korup itu memang membahayakan. Selain menodai agama, juga diduga sebagai upaya menutupi kejahatan.
Maka berbeda sekali antara pecinta dunia dengan orang yang bertauhid kokoh. Orang yang bertauhid kokoh tidak memerlukan topeng-topeng duniawi. Bagi Rasulullah saw, beliau tidak memerlukan istana, tidak bermahkota, tidak bertabur tanda jasa, tapi tetap mulia, bahkan sampai detik ini tidak berkurang kemuliannya. Jadi, sepanjang menganggap dunia itu hebat, harta itu hebat, mobil mewah itu hebat, rumah megah itu hebat, tabungan banyak itu hebat, maka ia akan terus memburunya.
Pemberantasan korupsi akan sulit tegak di masyarakat muslim jika tidak dikembalikan kepada Allah SWT. Negara lain bisa saja memberantas korupsi karena memiliki peraturan tegas yang benar-benar ditegakan. Bebeda dengan negara kita yang masih kurang optimal penegakannya. Maka bedanya dengan mereka, jika seorang muslim sudah yakin kepada Allah, maka ia akan takut melakukan kejahatan karena Allah semata. Ia tetap patuh pada peraturan negara, dengan ikatan yang kuat karena Allah SWT, sehingga tidak mau untuk mengakali peraturan yang sudah dibuat itu.
Bila orang tidak memiliki keyakinan yang kuat, bisa saja ia patuh aturan negara, namun ketika memiliki kesempatan, bisa saja ia mengakali peraturan untuk kepentingan pribadinya. Oleh karenanya, bagi kita semua seluruh aspek kehidupan akan bisa menjadi amal shaleh. Dan dengan prinsip keadilan berupa menyimpan sesuatu pada tempatnya. Adanya aturan maupun tidak ada, ia akan tetap patuh, karena semata-mata karena takut kepada Allah SWT.
a.    Shalat sebagai Pencegahan Korupsi
Untuk membersihkan jiwa yang kotor karena korupsi, salah satu alternatifnya yaitu dengan mendirikan shalat. Dengan mendirikan shalat, maka seseorang dapat terhindar dari perbuatan keji dan munkar, sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya: ..sesungguhnya shalat itu bisa mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar. ( QS. Al-Ankabut 29 :45).

Dari ayat tersebut kita harus bisa membedakan antara .mengerjakan shalat dengan .mendirikan shalat. Orang yang mengerjakan shalat belum tentu dia mendirikan shalat, tetapi setiap orang yang mendirikan shalat sudah pasti dia mengerjakan shalat. Artinya, mendirikan itu tanpa paksaan dan tidak mengharap sesuatu melainkan ridha Allah, tetapi kalau mengerjakan bisa saja karena ada paksaan atau malu pada seseorang, atau mengharap hal-hal lain yang bersifat duniawi. Kita tidak tahu apakah shalat kita diterima atau dotolak oleh Allah. Oleh sebab itu kita harus berusaha mengerjakannya dengan penuh mengharapkan keredhoaan dari Allah.
b.      Puasa sebagai Pencegahan Korupsi
Puasa adalah ibadah fisikal dan sekaligus juga ibadah batiniyah. Ibadah fisikal bercorak menahan keinginan atau nafsu biologis seperti makan, minum dan relasi seksual, sedangkan ibadah batiniyah bercorak pengendalian hawa nafsu yang non fisikal.
Puasa dengan segala perangkat ibadahnya tentu bisa menjadi alat untuk mencegah nafsu memperkaya diri tersebut. Puasa yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan niat hanya karena Allah semata, maka akan mendatangkan cahaya atau energi positif untuk menolak tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan semua aturan yang berlaku, seperti tindakan  korupsi.
c.       Ibadah Haji sebagai Pencegahan Korupsi
Menunaikan ibadah haji dapat melatih kesabaran, melatih jiwa untuk berjuang, serta mengontrol syahwat dan hawa nafsu. Ibadah haji menjadi terapi atas kesombongan, arogansi, dan berbangga diri sebab dalam praktek ibadah haji kedudukan semua manusia sama.
Dalam setiap rukun haji yang dilakukan mempunyai tujuan dan fungsi yang seharusnya kita pahami, seperti wukuf di arafah menjadi media meditasi untuk merenungi perbuatan masa lampau yang menjauhkan diri dari Allah swt dan memahami lebih dalam hakikat tujuan hidup. Perjalanan Shafa dan Marwah bermakna perjuangan spiritualitas diri untuk bertarung melawan hawa nafsu. Melempar Jumrah ‘Aqabah mengisyaratkan melempar semua sifat kejahiliahan seperti kemunafikan, kedustaan dan keduniawian.
Berhaji akan membawa seseorang mentafakuri atau mengintrospeksi diri guna mencari jati diri seorang hamba yang hakiki. Hakikat seorang hamba adalah senantiasa mengabdikan diri dan kehidupannya untuk Allah semata.
Apabila seseorang sudah dapat meresapi dari fungsi serta tujuan dari ibadah haji,maka orang tersebut tidak akan melakukan tindakan korupsi, karena orang tersebut menyadari bahwa segala hal yang ia lakukan senantiasa hanya untuk mengharap ridho Allah SWT.
Pada intinya, ibadah itu berpengaruh terhadap pembentukan karakter pribadi seseorang. Ketika seseorang melakukan ibadah sesuai ketentuan agama dan mampu memahami makna, fungsi, dan tujuan ibadah, yaitu melakukan ibadah karena semata-mata karena mengharap ridho Allah SWT, maka akan terbentuk pribadi yang bertauhid kokoh. Ketika seseorang sudah bertauhid kokoh, maka ia akan senantiasa menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Menurut ulama tauhid, ibadah adalah meng-Esakan Allah SWT dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta menundukan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya.
Kata korupsi sebagaimana yang diketahui berasal dari bahasa Inggris corruption. Sebetulnya kata corruption tersebut berasal dari kata dalam bahasa Latin “corruptus” yang berarti “merusak habis-habisan”. Kata ‘corruptus’ itu sendiri berasal dari kata dasar corrumpere,  yang tersusun dari kata com (yang berarti ‘menyeluruh’) dan rumpere yang berarti merusak secara total kepercayaan khalayak kepada si pelaku yang tak jujur.
Korupsi adalah merupakan perbuatan yang dilarang dalam ajaran agama Islam yang hukumnya adalah HARAM. Keharamannya ini bisa dicari dalil-dalilnya dalam ajaran agama Islam seperti Risywah (Suap), Saraqah (Pencurian), al-Gasysy (Penipuan), dan Khiyanah (Penghianatan).
Korupsi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu: lemahnya keyakinan agama, pemahaman keagamaan yang keliru, ada kesempatan dan sistemyang rapuh, mentalitas yang rapuh, faktor ekonomi, budaya, politik, hukum, kebiasaan dan kebersamaan, hilangnya rasa bersalah, hilangnya nilai kejujuran, sikap tamak dan serakah, serta terjerat sifat materialistik, kapitalistik, dan hedonistik.
           


DAFTAR PUSTAKA
. Jamaluddin, Syakir. 2011. Kuliah Fiqih Ibadah. Yogyakarta: LPPI UMY

3 comments:

  1. Ijin Kopas ya buat tugas makalah juga
    itung2 udah izin biar gak plagiat eheheheh :D

    ReplyDelete
  2. kak,saya izin copy beberapa paragraf... buat tugas makalah
    terimakasih kak....

    ReplyDelete